Rabu, 13 Januari 2010

Kasus Bank Century

Categories:


KASUS BANK CENTURY


Bank Century merupakan hasil merger dari Bank Danpac, Bank Pikko, dan Bank CIC. Pada tanggal 6 Desember 2004 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Bank Century. Bank CIC (Century Intervest Corporation) didirikan oleh Robert Tantular pada tahun 1989. Namun, sesaat setelah Bank CIC melakukan penawaran umum terbatas alias rights issue pertama pada Maret 1999, Robert Tantular dinyatakan tidak lolos uji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Indonesia.
Kasus bailout Bank Century terus menggelinding menjadi bola salju yang berimbas sampai ke ranah politik yang kian lama kian membesar. Tak heran memang karena dana yang dikucurkan pemerintah untuk menyelamatkan Bank Century tersebut mencapai Rp 6,7 Triliyun, jumlah yang sangat besar.
Dalam mengurai kasus Bank Century ini, kita harus melihat dari berbagai sudut pandang agar tidak terjadi keberpihakan maupun kesalahan dalam menyikapinya. Untuk itu dibutuhkan suatu kearifan dalam menyikapi kasus ini sehingga dapat ditarik suatu benang merah yang dapat mengurai satu persatu persoalan yang ada dalam kasus tersebut. Berikut ini akan coba diuraikan mengenai kasus Bank Century dari berbagai sudut pandang.
Konteks Waktu
Jika kita nilai dari konteks kekinian, kebijakan bailout Bank Century memang tidak tepat. Sebab kehawatiran akan terjadinya krisis perbankan sistemik ternyata tidak terbukti. Tetapi kita harus melihat kasus Bailout Bank Century ini dalam berbagai sudut pandang. Pengambilan keputusan bailout dilakukan karena ancaman 'rush' atau penarikan dana besar-besaran sangat mungkin terjadi seperti pernah terjadi saat krisis tahun 1997-1998 ketika penutupan 16 bank mendorong rush dana nasabah sehingga nilai tukar rupiah anjlok. Seperti yang dikemukakan oleh menteri keuangan saat itu yaitu Bank Century merupakan Bank gagal berdampak sistemik dan dikarenakan indikasi-indikasi yang ada mirip pada saat akan terjadi krisis tahun 1997-1998.
Posisi Menteri Keuangan dan Gubernur BI waktu itu sangatlah riskan. Sedikit saja kesalahan pengambilan kebijakan dalam merespon krisis global maka kepanikan di masyarakat akan semakin membesar. Psikologi publik saat itu jelas dihantui kembali terjadinya krisis keuangan sebagaimana satu dekade lalu. Terlebih kali ini yang pertama terkena krisis justru jantung perekonomian dunia yaitu Amerika Serikat. Untuk itu Menteri Keuangan dan Gubernur BI harus senantiasa mengambil kebijakan dan mengeluarkan statement yang mampu menenangkan publik yaitu bahwa dana publik yang ada di berbagai bank dalam keadaaan aman, dan oleh karenanya publik tidak perlu menarik dana mereka.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Berbicara mengenai kasus Bank Century maka tidak akan lepas dari LPS karena lembaga inilah yang menggelontorkan dana sebesar 6,7 triliun kepada Bank Century. Filosofi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah berprinsip Industry help Industry. Dana yang dimiliki LPS dan digunakan untuk menjamin simpanan, termasuk dalam kasus Bank Century, berasal dari premi yang dibayarkan oleh perbankan. Dapat ditegaskan disini bahwa dana penanganan Bank Century berasal dari premi yang dibayarkan oleh bank-bank dan tidak berkaitan dengan APBN atau Negara.
Sebagai badan hukum, LPS memiliki kekayaan sendiri, terlepas dari kekayaan negara, sesuai karakteristik badan hukum, sebagaimana perseroan terbatas, koperasi dan yayasan. Berdasarkan pasal 81 ayat (2) UU No. 24 Tahun 2004 tentang LPS, kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan. LPS menyuntik dana sebesar 6,762 Triliun itu semuanya adalah dari kekayaan atau dari aset LPS. LPS pada 22 September 2005 lalu diberi modal oleh Pemerintah sebesar Rp 4 Triliun, hingga sekarang asset LPS telah berjumlah 17,9 Triliun. Perkembangan ini diperoleh dari hasil premi perbankan, yang dikembangkan sesuai dengan Undang-undang, ditempatkan di SBI dan di SBN (Surat Berharga Negara). Jadi, aset yang 17,9 Triliun ini termasuk Penyertaan Modal Sementara pada Bank Century sebesar 6,762 Triliun. Hingga sekarang, BI tidak pernah menggunakan Fasilitas Pembiayaan Darurat atau FPO seperti yang diamanatkan pada pasal 11 ayat (4) dan (5) sehingga sebetulnya sampai hari ini penyelamatan Bank Century itu tidak berimplikasi terhadap APBN, sehingga seluruh penanganan Bank Century adalah sepenuhnya merupakan konsekuensi dari LPS, tetapi tidak berkonsekuensi kepada APBN.
Berdasarkan UU NO.24 Tentang LPS Pasal 21 ayat (3), LPS m elakukan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik setelah Komite Koordinasi menyerahkan penanganannya kepada LPS. Sedangkan berdasarkan Perpu JPSK, yaitu pasal 18 ayat (2) penyelesaian atau penanganan bank gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh LPS. Besar kecilnya jumlah dana yang dikeluarkan LPS telah disesuaikan dengan kebutuhan penyuntikkan modal sesuai hasil penilaian BI terhadap CAR (Capital Adequancy Ratio) Bank Century.
Merger Tiga Bank
Terkait dengan merger 3 Bank, dapat dipertanyakan kebijakan merger ini, karena terkesan memperlakukan bank CIC yang bermasalah secara khusus.













Daftar Indikasi Pelanggaran Terkait Proses Merger Tiga Bank

No.
Tindakan
Indikasi Pelanggaran
Keterangan
1
Keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 27 November 2001 yang menyetujui Akuisisi Chinkara atas Bank Picco dan Bank Danpac.
Melanggar aturan SK Direksi BI No.21/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi bank umum.
Persyaratan yang tidak dipenuhi Chinkara: 1.Belum ada publikasi rencana akuisisi di media massa.
2.Chinkara baru didirikan tanggal 8 Oktober 1999
sehingga belum dapat menyampaikan laporan keuangan selama 3 tahun berturut-turut.
3.Rekomendasi dari negara asal tidak secara jelas menginformasikan performance perusahaan.
2
Peneribitan surat izin akuisisi 5 Juli 2002 tidak mengindahkan temuan indikasi transaksi SSB fiktif yang melibatkan Chinkara.
Melanggar aturan SK Direksi BI No.21/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi Bank Umum.
Direktor at Perizinan dan Informasi Perbankan (DPIP) telah mengirim memorandum terkait hal ini sebanyak 2 kali (tanggal 28 November 2001 dan 19 Maret 2002) kepada Direktorat Hukum (DHk). Tim Pemeriksa dan Unit Khusus Investigasi Perbankan (UKIP) menemukan penyimpangan pembelian SSB Credit Link Notes) CLN Hypovereins Bank senilai USD 25 juta yang melibatkan Chinkara.
3
Penarikan tim On-site Supervision Presence (OSP) yang melaporkan kondisi permodalan Bank CIC yang berada di bawah 8% (CAR) dengan alasan tidak ada term of reference (TOR).
Melanggar Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/25/PBI/2001 tentang Penetapan Status Bank dan Penyerahan Bank kepada BPPN.
Keterangan JKM (mantan anggota OSP) bahwa dari laporan hasil pemeriksaan pemodalan Bank CIC tidak mencapai 8% hingga berakhirnya masa penempatan sebagai Special Surveilence Unit (SSU). Penempatan CIC sebagai SSU dimulai sejak 26 Maret 2002 hingga September 2002, diperpanjang hingga Desember 2002.
4
Setelah status SSU, tahun
2003:
- Pembelian CLN sebesar
USD 75juta yang tidak
memiliki rating notes.
- Pencatatan ROI-LOAN
Melanggar aturan SK
Direksi BI
No.21/51/KEP/DIR
tanggal 14 Mei 1999
tentang persyaratan dan
tata cara merger,
Setelah adanya temuan-temuan ini persetujuan akuisisi tetap tidak dibatalkan. Terjadi pembiaran oleh BI.



tidak sesuai standar akuntansi.
konsolidasi dan akuisisi
Bank Umum.






Periode 2003:
- Terdapat SSB beresiko tinggi sehingga CAR menjadi negatif.
- Pembayaran GSM 102
- Penarikan DPK dalam
jumlah besar, bank
mengalami kesulitan
likuiditas.
- Adanya biaya-biaya fiktif
pada Bank CIC.
- Pada Bank Picco Terdapat
utang Texmaco yang
dikonversi menjadi MTN
pada Dresdner Bank
dianggap macet.
- Pemberian kredit dan letter
of credit (L/C) fiktif (tidak
ada realisasi eksporimpor).
- Terlibat di dalam rencana
penyelewengan dana
penjaminan PL-416.
SK Direksi BI
No.21/51/KEP/DIR
tanggal 14 Mei 1999
tentang persyaratan dan
tata cara merger,
konsolidasi dan akuisisi
Bank Umum.
UU Perbankan
UU Anti-Korupsi
Penempatan pada SSB CLN-ROI yang non-rating
dikategorikan macet sebesar USD 127 juta, sebesar
USD 50 juta diantaranya fiktif.
Total biaya fiktif sebesar 15,845 miliar dan USD 1,05 juta. Total kredit dan L/C fiktif sebesar Rp 727,911 miliar dan USD 91,79 juta. Terkait indikasi penyelewengan Dana penjaminan
PL-416B, indikasi kerugian negara sebesar USD 17,28 juta.
5
Rapat Komite Evaluasi
Perbankan (KEP) 3-4 Juli
2003 merekomendasikan soal SSB Bank CIC (USD 127 juta) yang semula dianggap macet menjadi lancar
Melanggar Peraturan
Dewan Gubernur BI
(PDG) No. 3/1/PDG/2001 tentang Organisasi Sektor Perbankan.
Rekomendasi KEP didasarkan karena SSB Belum jatuh tempo, bukan berdasarkan rating notes dari SSB.
Keputusan ini disertai manipulasi SAT atas disposisi Gubernur BI (BA) dan Deputi Gubernur (MI).



Penyaluran Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP)
Terkait kebijakan pemberian FPJP terlihat ada indikasi untuk memperjuangkan agar Bank Century tetap  mendapatkan kucuran dana FPJP.
·     Dirubahnya PBI No.10/26/PBI/2008 menjadi PBI No. 10/30/PBI/2008 terlihat sangat mendesak dengan alasan “tidak boleh ada bank gagal untuk saat ini”.
·     Terkesan, meskipun kebijakan ini didasarkan pada kondisi mendesak untuk menyelamatkan sistem perbankan dan perekonomian akan tetapi diarahkan untuk memuluskan BC menerima kucuran dana FPJP. Hal ini juga diperkuat dengan jomplangnya kondisi BC dengan rata-rata kondisi Bank Umum lainnya, berdasarkan Hasil Laporan Bulanan Bank Umum, diketahui bahwa untuk posisi September 2008, CAR berkisar antara 10,39% - 476,34% dan rata-2 CAR sebesar 34,6%. Dengan demikian, pengucuran dana ini terkesan dipaksakan.
·      Berdasarkan posisi CAR Bank Century per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per- 31 Oktober 2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008.



Indikasi Penyalahgunaan dan Pelanggaran Wewenang
Dari konstruksi kasus penyelamatan Bank Century dapat diperjelas indikasi unsur penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran aturan sebagai berikut:
  • Keterlambatan penetapan Bank Century sebagai Bank di bawah pengawasan khusus BI, ditunjukan dengan nilai CAR Bank Century yang merosot pada 31 Oktober 2005 (-132%).
  • Dugaan Rekayasa perubahan PBI No. 10/26/PBI/2008 diganti menjadi PBI No. 10/30/PBI/2008.
  • Persetujuan pemberian FPJP yang bertentangan dengan peraturan BI, terhadap posisi CAR Bank Century per-31 Oktober 2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan bahkan terhadap PBI yang baru.
  • Dugaan menyembunyikan informasi yang sebenarnya terkait latar belakang BC pada saat usulan penetapan BC sebagai bank gagal berdampak sistemik.
  • Pengambilan keputusan sebelum mendapatkan pengesahan/persetujuan DPR terkait dasar hukum Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK).
  • Keputusan penyaluran PMS yang terkesan dipaksakan, jika didasarkan pada argumentasi BI yang hanya dibangun atas analisis kualitatif yang lemah terkait dampak psikologi pasar yang berantai. Hal ini juga tidak konsisten dengan dasar MOU yang digunakan di dalam penentuan kondisi ‘berdampak sistemik’ yang seharusnya didukung oleh analisis kuantitatif.

Daftar Indikasi Pelanggaran


No
Tindakan
Unsur Pelanggaran
Keterangan
1
Terkait Perubahan PBI
Memberikan arahan perubahan PBI tentang FPJP untuk Bank Umum
Melanggar prinsip kehati-hatian di dalam perbankan.
Berdasarkan RDG tanggal 5 November 2008 dan RDG 14 November 2008.
PBI No.10/26/PBI/2008 baru berumur 2 minggu sebelum dirubah menjadi PBI No. 10/30/PBI/2008.
Terlihat sangat mendesak dengan alasan “tidak boleh ada bank gagal untuk saat ini”.
Dugaan favoritism karena BC merupakan penyimpangan dari kondisi CAR Bank umum yang lain.
Berdasarkan posisi CAR Bank Century per-30 September (positif 2,35%) BI menyatakan Bank Century memenuhi syarat. Padahal posisi CAR Bank Century per-31 Oktober 2008 justru negatif (-3,53%) dan tidak memenuhi persyaratan bahkan terhadap PBI yang telah dirubah per-14 November 2008.
2
Pengucuran Dana FPJP
Pemberian FPJP:
Tidak berdasarkan pada CAR yang sebenarnya (negatif)
Tidak mengindahkan kondisi aset kredit yang dijaminkan.
Melanggar PBI No. 10/30/PBI/2008 yang sudah efektif berlaku pada hari yang sama dengan penandatanganan FPJP.
CAR BC negatif (-3,53%) pada 31 Oktober 2008. FPJP berdasar pada posisi CAR 31 September 2008 yang positif 2,35%.
BI seharusnya mengetahui ada SSB yang jatuh tempo pada 30 Oktober 2008 sebesar USD 11 juta dan 3 November sebesar USD 45 juta yang beresiko menurunkan CAR menjadi negatif sehingga tidak memenuhi syarat sesuai PBI.



Kesimpulan
Dalam kasus Bank Century terdapat perbedaan mendasar bila dilihat dari masing-masing pihak. Yang jelas dalam kasus ini telah terjadi aliran dana 6,7 triliun dari LPS untuk bailout Bank Century, maka yang perlu ditekankan adalah kemana aliran dana tersebut bermuara..?? atau siapakah sebenarnya yang mendapatkan aliran dana dari LPS tersebut..?? Untuk itu dibutuhkan analisis yang komprehensif dan mendalam agar dapat diketahui permasalahan yang sebenarnya, sehingga bola salju kasus Bank Century dapat terungkap secara fair. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama antara pihak-pihak yang terkait seperti KPK, BI, Pemerintah, LPS, KSSK, PPATK, sehingga kasus tersebut dapat terungkap dan diperoleh win-win solution.
Beberapa poin penting yang dapat diperoleh yaitu:

1. Bank Century terindikasi bermasalah sejak penggabungan (merger) 3 buah Bank yang terjadi sejak tahun 2001.
2. Kasus Bank Century menunjukan lemahnya pengawasan terhadap perbankan yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
3. Terdapat indikasi kesalahan di balik keputusan pengucuran dana FPJP sejak November 2008, yang berlanjut dengan pengucuran dana oleh LPS berdasarkan keputusan KSSK dengan total Rp 6,762 triliun.
4. Terdapat indikasi korupsi terkait pengucuran dana ini karena diputuskan dengan dasar hukum yang lemah, terkesan dikondisikan sedemikian rupa, baik di dalam perubahan Peraturan BI (PBI) maupun terkait dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) No. 4 tahun 2008 Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK) yang melegitimasi KSSK yang pada saat yang sama belum mendapatkan persetujuan DPR RI.
5. Dalam kasus Bank Century, LPS terancam rugi dan uang pemerintah serta dana yang dikumpulkan dari nasabah terancam hilang dan justru dipergunakan untuk mensubsidi para deposan Bank Century. Hal ini sudah barang tentu menimbulkan ketidakadilan karena kebijakan pemerintah terkesan lebih menguntungkan segelintir orang kaya.
6. Transparansi tentang informasi nasabah juga sangat penting karena praktek korupsi diduga telah terjadi dalam kasus pencairan dana nasabah.
7. Indikator bank gagal berdampak sistemik atau tidak sistemik tidak bisa dirumuskan.
8. Konteks waktu atau keadaan juga harus diperhatikan dalam mengambil keputusan bailout agar tidak terjadi efek psikologis pasar yang negatif.
9. Kriteria antara asset negara dan lembaga tertentu harus lebih diperjelas.



Sumber

Bisnis Indonesia, “Kontroversi penyelamatan Bank Indonesia”.
Departemen Keuangan RI, “Penanganan Bank Century Didasarkan Pada Landasan Hukum Yang Jelas”.
ICW, “Indikasi Korupsi Bank Century”.



Spread The Love, Share Our Article

Related Posts

No Response to "Kasus Bank Century"